Berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, bahwa desa harus melaksanakan sistem perencanaan pembangunan secara partisipatif. Acuan atau landasan operasional yang dipakai adalah sebagaimana diatur dalam Permendagri nomor 114 tahun 2014 dan Permendes nomor 17 tahun 2019.
Namun, pada praktiknya meskipun desa telah diwajibkan membuat perencanaan, usulan program yang digagas masyarakat dan pemerintah desa jarang sekali terakomodir dalam kebijakan perencanaan pembangunan tingkat daerah.
Tidak sedikit pemerintah desa yang mengeluh karena daftar usulan program prioritas dalam RPJMDes dan RKPDes yang selanjutnya dituangkan DURK pada akhirnya terbengkalai menjadi daftar usulan saja. Meski telah berkali-kali diperjuangkan melalui forum musrenbang kecamatan, forum SKPD dan musrenbang kabupaten, usulan program prioritas dari desa itu pun harus kandas karena kuatnya kepentingan pihak di luar desa dalam mempengaruhi kebijakan pembangunan daerah.
UU No. 6 Tahun 2014 telah memberikan kewenangan kepada desa untuk mengurus rumah tangganya sendiri membuat perencanaan pembangunan sesuai dengan kewenanganya. Yaitu, kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa.
Sebagaimana ditegaskan dalam UU No.6 tahun 2014 pada pasal 79 ayat (4) bahwa Peraturan Desa tentang RPJM Desa dan RKP Desa sebagai produk (output) perencanaan menjadi satu-satunya dokumen perencanaan di desa.
Pihak lain di luar pemerintah desa yang hendak menawarkan kerjasama ataupun memberikan bantuan program pembangunan harus mempedomani kedua produk perencanaan desa tersebut.
Memang dapat dipahami bahwa Perencanaan Desa adalah keputusan politik yang diambil secara bersama oleh pemerintah desa dan masyarakat desa. Meski demikian Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan kewenangannya dengan tetap mengakselerasikan dengan perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota.
Berikut Prinsip dalam Perencanaan Desa:
- Belajar dari pengalaman dan menghargai perbedaan, yaitu bagaimana perencanaan desa dikembangkan dengan memetik pembelajaran terutama dari keberhasilan yang diraih. Dalam kehidupan antar masyarakat di desa tentu ada perbedaan sehingga penting untuk mengelola perbedaanmenjadi kekuatan yang saling mengisi.
- Berorientasi pada tujuan praktis dan strategis, yaitu rencana yang disusun harus dapat memberikan keuntungan dan manfaat langsung secara nyata bagi masyarakat. Rencana pembangunan desa juga harus membangun sistem yang mendukung perubahan sikap dan perilaku sebagai rangkaian perubahan sosial.
- Keberlanjutan, yaitu proses perencanaan harus mampu mendorong keberdayaan masyarakat. Perencanaan juga harus mampu mendorong keberlanjutan ketersediaan sumber daya lainnya.
- Penggalian informasi desa dengan sumber utama dari masyarakat desa, yaitu bagaimana rencana pembangunan disusun mengacu pada hasil pemetaan apresiatif desa.
- Partisipatif dan demokratis, yaitu pelibatan masyarakat dari berbagai unsur di desa termasuk perempuan, kaum miskin, kaum muda, dan kelompok marjinal lainnya. Harus dipastikan agar mereka juga ikut serta dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan tidak semata karena suara terbanyak namun juga dengan analisis yang baik.
- Pemberdayaan dan kaderisasi, yaitu proses perencanaan harus menjamin upaya-upaya menguat-kan dan memberdayakan masyarakatterutama perempuan, kaum miskin, kaum muda, dan kelompok marjinal lainnya.
- Berbasis kekuatan, yaitu landasan utama penyusunan rencana pembangunan desa adalah kekuatan yang dimiliki di desa. Dukungan pihak luar hanyalah stimulan untuk mendukung percepatannya.
- Keswadayaan, yaitu proses perencanaan harus mampu membangkitkan, menggerakkan, dan mengembangkan keswadayaan masyarakat.
- Keterbukaan dan pertanggungjawaban, yaitu proses perencanaan terbuka untuk diikuti oleh berbagai unsur masyarakat desa dan hasilnya dapat diketahui oleh masyarakat. Hal ini mendorong terbangunya kepercayaan di semua tingkatan sehingga bisa dipertanggungjawabkan bersama.
Terimakasih. Semoga barokah. Aamiin.. Penulis adalah: Direktur PusBimtek Palira. Ketua Umum DPP LKDN.